“Agama itu mulia dan tidak boleh dijadikan elemen praktis, harus di atas politik praktis…………,” demikian sepenggalan pernyataan salah satu calon wakil presiden kita pada momen debat antar cawapres yang dikutip oleh salah satu surat kabar nasional hari ini.
Pernyataan di atas cukup menggelitik hati nurani saya. Makna sebenarnya dari pernyataan tersebut tentu hanya yang bersangkutan dapat menjelaskannya. Saya hanya mencoba untuk mengkritisi dan mengungkapkan pendapat mengenai hal tersebut. Agama Islam bukanlah sesuatu yang sakral sehingga tidak pantas diikutsertakan dalam politik praktis, jangan-jangan politik praktis yang diterapkan oleh politisi kita lah yang tidak pantas menurut ajaran Islam?
Lihat saja perilaku para Politisi kita, baik yang sudah duduk di Kursi Terhormat maupun yang masih mengejar kursi ( lo kursi kok dikejar ;) ) mulai dari absen ketika sidang sampai kasus-kasus korupsi dan perilaku asusila yang muncul ke permukaan, walaupun tentu saja tidak dapat digeneralisir bagi semua orang.
Terkadang kita salah kaprah antara beragama dan berpolitik praktis, mana yang lebih penting atau mana yang lebih didahulukan. Politik atau agama? Kenapa hal ini membingungkan karena kita mencoba untuk memisahkan antara agama dan politik praktis. Politik ya politik, agama ya agama, keduanya berjalan sendiri-sendiri.
Hal ini muncul tampaknya karena kita seringkali menganggap bahwa agama adalah sesuatu yang sakral dan mulia sehingga tidak patut untuk dijalankan atau terlibat dalam kegiatan atau aktivitas berpolitik ( karena kalau agama ikut terlibat kayaknya pada kebakaran jenggot kali ya ;) ) . Agama bukanlah sesuatu yang sakral namun pedoman hidup, bukan hanya untuk sebagian sisi kehidupan saja.
Menjalankan agama haruslah total tidak diambil sebagian yang hanya berdasarkan kepentingan belaka. Seperti halnya Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqoroh ayat 208 : ”......udkhuluu fissilmi kaaffah......”, masuklah kalian dalam Islam secara sempurna atau total. Agama bukanlah hanya sekedar berada di masjid, mushola, langgar, majelis ta’lim, atau tempat-tempat ibadah lainnya, melainkan menyerap ke dalam lubuk sanubari, diikrarkan secara lisan dan diamalkan dalam perbuatan. Dengan demikian, di manapun kita berada, apa pun aktivitas kita sudah menjadi keharusan bahwa Islam menjadi pedoman kita, termasuk politik praktis.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan salah satu calon lo :x ini juga bukan kampanye politik, namun ajakan bagi kita semua untuk mulai berpikir dengan hati nurani dan meninggalkan aktivitas politik yang bertentangan dengan ajaran Islam. Mari kita jadikan Islam sebagai pedoman hidup kita :) .
Pernyataan di atas cukup menggelitik hati nurani saya. Makna sebenarnya dari pernyataan tersebut tentu hanya yang bersangkutan dapat menjelaskannya. Saya hanya mencoba untuk mengkritisi dan mengungkapkan pendapat mengenai hal tersebut. Agama Islam bukanlah sesuatu yang sakral sehingga tidak pantas diikutsertakan dalam politik praktis, jangan-jangan politik praktis yang diterapkan oleh politisi kita lah yang tidak pantas menurut ajaran Islam?
Lihat saja perilaku para Politisi kita, baik yang sudah duduk di Kursi Terhormat maupun yang masih mengejar kursi ( lo kursi kok dikejar ;) ) mulai dari absen ketika sidang sampai kasus-kasus korupsi dan perilaku asusila yang muncul ke permukaan, walaupun tentu saja tidak dapat digeneralisir bagi semua orang.
Terkadang kita salah kaprah antara beragama dan berpolitik praktis, mana yang lebih penting atau mana yang lebih didahulukan. Politik atau agama? Kenapa hal ini membingungkan karena kita mencoba untuk memisahkan antara agama dan politik praktis. Politik ya politik, agama ya agama, keduanya berjalan sendiri-sendiri.
Hal ini muncul tampaknya karena kita seringkali menganggap bahwa agama adalah sesuatu yang sakral dan mulia sehingga tidak patut untuk dijalankan atau terlibat dalam kegiatan atau aktivitas berpolitik ( karena kalau agama ikut terlibat kayaknya pada kebakaran jenggot kali ya ;) ) . Agama bukanlah sesuatu yang sakral namun pedoman hidup, bukan hanya untuk sebagian sisi kehidupan saja.
Menjalankan agama haruslah total tidak diambil sebagian yang hanya berdasarkan kepentingan belaka. Seperti halnya Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqoroh ayat 208 : ”......udkhuluu fissilmi kaaffah......”, masuklah kalian dalam Islam secara sempurna atau total. Agama bukanlah hanya sekedar berada di masjid, mushola, langgar, majelis ta’lim, atau tempat-tempat ibadah lainnya, melainkan menyerap ke dalam lubuk sanubari, diikrarkan secara lisan dan diamalkan dalam perbuatan. Dengan demikian, di manapun kita berada, apa pun aktivitas kita sudah menjadi keharusan bahwa Islam menjadi pedoman kita, termasuk politik praktis.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menjelek-jelekkan salah satu calon lo :x ini juga bukan kampanye politik, namun ajakan bagi kita semua untuk mulai berpikir dengan hati nurani dan meninggalkan aktivitas politik yang bertentangan dengan ajaran Islam. Mari kita jadikan Islam sebagai pedoman hidup kita :) .
4 comments:
aku setuju mas...mungkin cawappresnya gak pernah mendalami agama. Agama harusnya dijadikan panduan bagi kita untuk beraktifitas mana yang menurut kita benar atau salah.
Mas amir udah aku masukan link banernya
@Datuk: sepertinya selain tes kesehatan, psikotes, fit n proper test tampaknya perlu juga tuh dilakukan tes agama kali ya :? sehingga kita memiliki pemimpin yang benar-benar paham agama dan mengamalkan Islam secara Kaffah. Bukankah mentaati pemimpin menjadi perintah agama setelah taat pada Allah dan Rasul.
Bannernya sudah saya pasang juga di blog ini :D
Mari bang Amsyar, selamat pagi.
Link abang sudah saya pasang, ditunggu gilirannya ya bang.
Makasih banyak.
Post a Comment