Pages

Saturday, May 30, 2009

Penghuni Surga



Pada suatu hari Rasulullah SAW ditanya oleh seorang nenek "Ya Rasulullah apakah nanti saya akan masuk surga?", Rasulullah menjawab "Nenek tidak akan masuk surga", mendengar hal itu sang nenek pun menangis sedih, dan Rasulullah melanjutkan "Karena di dalam surga tidak ada nenek-nenek semuanya akan kembali menjadi muda dan tampan/cantik".


Ketika selesai sholat Jumat kemarin, saya kembali teringat dengan cerita di atas. Sangat menarik bahwa ketika kita dibangkitkan kembali dan setelah dilakukan Hisab/Perhitungan atas amal ibadah kita di pengadilan tertinggi dan teradil, yaitu pengadilan Allah SWT. Hamba Allah yang masuk ke surga akan kembali menjadi muda dengan rupa yang tampan/cantik. Subhanallah, Allah Maha Kuasa, sangat mudah bagi-Nya untuk mengembalikan kita ke keadaan yang sempurna, muda dan tampan/cantik. Namun mengapa demikian?

Saya cukup lama memikirkan hal tersebut, lalu terbersitlah pemikiran seperti ini :d

Manusia terdiri atas Ruh dan Jasad. Apakah di antara kita ada yang mengetahui wujud ruh kita? ketika kita menjadi tua, apakah ruh kita juga tua? apakah ketika anak Adam memiliki jasad yang cacat menurut pandangan manusia, maka Ruhnya juga cacat?

Menurut pemikiran saya tidak, Ruh kita tetaplah utuh dan sempurna. Yang menjadikan Ruh menjadi caacat adalah penyakit hati dan melanggar perintah Allah. Makanan yang menjadi asupan tubuh kita, olahraga dan sejenisnya berperan dalam menjaga kesehatan tubuh kita. Namun apa yang menjadi asupan bagi Ruh dan menjaga agar Ruh tetap sehat?

Zikir kepada Allah dan beramal sholeh sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah akan menjadikan Ruh kita sehat. Allah berfirman "Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kalian kepada Tuhanmu dengan ridho dan diridho, maka masuklah kalian kedalam surgaku". Jiwa yang tenang hanya akan diperoleh dengan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kita tidak akan mendapatkan ketenangan batin dengan menumpuk harta, mengejar kekuasaan atau mengumpulkan banyak teman. Ketenangan jiwa akan kita peroleh dengan beribadah kepada Allah. Beribadah kepada Allah haruslah senantiasa menjadi tujuan hidup kita, semua perbuatan kita merupakan ibadah kepada Allah selama itu diniatkan untuk-Nya.

Dengan memberikan asupan yang baik kepada Ruh, maka Ruh kita akan senantiasa awet muda dan dalam keadaan yang sempurna (tidak cacat). Dengan demikian tidaklah mengherankan bahwa orang-orang yang masuk ke surga, dalam wujud pemuda/pemudi yang rupawan. Karena hanya orang-orang sholeh yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah lah yang akan menjadi penghuni surga.

Wallahu A'lam Bisshowab.


Thursday, May 28, 2009

Oh Pondokku.....

Oh Pondokku...
Tempat Naung Kita...
Dari Kecil sehingga Dewasa...

Itulah sepenggalan syair dalam Himne Pondok Pesantren La Tansa. Kalau ada teman-teman sesama alumni yang berkesempatan mampir di blog ini tentu ingat akan syair lagu nostalgia tersebut.

Setelah 6 tahun berjibaku dengan berbagai macam ilmu pengetahuan dan bertahan dengan ketatnya disiplin, akhirnya pada tanggal 14 Juni 1997 kami diwisuda sebagai alumni Pondok Pesantren La Tansa yang menyebut dirinya dengan "OPEL" atau orang pertama La Tansa, walaupun ga pertama-pertama amat sih, kan masih ada tukang bangunan, para Ustadz dan tentu saja Pendiri Pondok Pesantren La Tansa, K.H. Ahmad Rifai Arief serta masih banyak lagi yang penulis sendiri tidak tahu siapa saja yang telah lebih dulu berada di La Tansa.


Enam (6) tahun di Pondok Pesantren La Tansa membawa banyak kenangan, baik itu indah maupun pahit. Cukup banyak teman-teman satu angkatan yang berguguran di tengah jalan. Ini photo kami yang diwisuda pada tanggal 14 Juni 1997 (maaf ya photonya belum canggih jadi ga begitu jelas muka-mukanya:-)




Photo ini sengaja diperkecil demi kepentingan loading agar ga kelamaan, nah kalau teman-teman mau download gambarnya dengan ukuran yang lebih besar, silahkan klik disini.

Di bawah ini saya akan mengutip kembali isi pidato perpisahan yang disampaikan oleh Pimpinan Pondok Pesantren La Tansa K.H. Ahmad Rifai Arief karena mengandung banyak nasehat dan hikmah yang dapat kita ambil. Kalau dalam bahasa Arab istilahnya, yaitu "Khutbatul Wada" atau Khutbah Perpisahan. Teman-teman bisa men-download nya dengan mengklik judulnya atau bisa langsung membacanya di sini, berikut lengkapnya:

JANGAN NODAI IJAZAHMU
Oleh : Drs.K.H. Ahmad Rifa’i Arief.
Cipanas, 14 Juni 1997

“Ingat anak-anakku, bila kamu sanggup hidup berjasa di masyarakat, maka kamu akan tetap hidup dalam masyarakatmu. Jasadmu boleh hilang, tapi jasamu akan selalu dikenang”. Demikianlah salah satu isi pidato Bapak KH Drs. Ahmad Rifai Arief pada acara penglepasan santri Kelas VI Pondok Pesantren La-Tansa, Sabtu 14 Juni 1997. Tak seorangpun tahu, bahwa itu merupakan pidato terakhir, sebelum wafat esok harinya. Meskipun ditujukan khusus untuk para wisudawan/wati santri La Tansa, namun karena sarat dengan wejangan yang sangat bermanfaat maka sangat tepat bila kita simak kembali.

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.
Al-muhtaromun Bapak-bapak guru beserta ibu-ibu guru,
Wabilkhusus Bapak-bapak, ibu-ibu wali santri kelas VI yang terhormat.

Santriwan dan santriwati pondok pesantren La Tansa yang saya cintai, al-hamdulillahi pada pagi hari ini kita dapat melaksanakan salah satu program kulikuler pondok pesantren La Tansa yaitu penglepasan santri kelas VI, penyerahan ijazah secara formal dari pondok pesantren La Tansa .

Hari ini, izinkanlah ingin lebih banyak berbicara kepada anak-anakku kelas VI.

Anak-anakku kelas VI yang saya cintai,
Hari ini anak-anakku telah mengukir sejarah baru dalam biografi hidupmu. Peristiwa hari ini insya Allah akan memberi kesan yang sangat mendalam dalam lubuk hatimu, dan dalam perjalanan hidupmu. Bahkan peristiwa hari ini, insya Allah akan menjadi momentum yang sangat baik dalam rangka memotivisir perjuangan hidupmu di masa mendatang. Mengapa demikian ? Karena hari ini kalian tahu persis betapa nikmatnya hasil jerih payah yang kalian curahkan selama enam tahun di pondok pesantren La Tansa dalam rangka menuntut ilmu dan mengembangkan jiwa kalian.

Anak-anakku, kini telah menjadi kenyataan di pelupuk matamu, betapa benar nasehat bapak-bapak gurumu, betapa benar nasehat kedua orang tuamu, bahwa kesungguhan, kesabaran dan ketekunan merupakan modal untuk kesuksesan hidupmu. Hari ini, kini kalian tambah yakin bahwa taat kepada Allah, orang tua, guru membuahkan kebahagiaan dan kenikmatan.

Inilah anak-anakku, modalmu yang besar, yang telah kalian raih selama ini, yang harus kalian tumbuh kembangkan dalam meraih cita-cita kalian esok dan masa datang.

Anak-anakku, kalian berada di pondok ini selama empat tahun, atau ada yang enam tahun. Masa itu sangat panjang untuk mewarnai garis hidupmu. Selama masa itu kalian taat terhadap disiplin yang sangat ketat, kalian digembleng dengan sistem belajar yang sangat berat. Namun kalian tekun menuntut ilmu pengetahuan, patuh pada guru, taat kepada peraturan dan sunah-sunah pondok, bahkan kalian pun ikut berperan aktif di pondok ini dengan penuh keikhlasan menjadi pengurus pondok, membimbing adik-adikmu dengan niat ibadah kepada Allah. Itulah modal besarmu. Modal yang kamu miliki untuk perjuangan kalian di masa yang akan datang.

Oleh sebab itu, sekali lagi saya sebagai kyaimu menekankan, kembangkan terus! Yakinlah seyakin-yakinnya bahwa sukses perjuanganmu sangat tergantung kepada ketabahanmu, kesungguhanmu, ketaatanmu dan pengorbananmu.
Berakit-rakit ke hulu, Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahuluBersenang-senang kemudian

Anak-anakku sekalian yang saya cintai,
Tidak semua kawan–kawanmu dahulu sampai ke batas. Beratus kawanmu dahulu di kelas satu, mereka tidak mampu ke batas seperti kalian. Saya sebagai pemimpin pondok menghargai mereka, tetapi saya lebih menghargai kalian karena sampai ke batas akhir. Oleh sebab itu saya tekankan bahwa kalian anak-anakku yang berharga maka hargailah dirimu. Menghargai diri berarti mampu meletakan dirimu di tempat terhormat. Tidak mengotori dirimu dengan sesuatu yang rendah dan tidak berguna.

Dalam hal ini, pandai-pandailah menilai dalam kehidupan yang global ini. Jangan kalian sampai tertipu oleh gemerlapnya dunia ! Belum tentu orang yang menaiki dan mengendarai Mercedes Benz yang mengkilap itu terhormat. Tetapi, kalian tidak hina seseorang yang hanya mengendarai sepeda butut yang dibelakangnya ada karung goni kalau yang dibawa itu halal dan berguna. Oleh sebab itu, pergunakanlah diri pribadimu untuk maksud-maksud yang terhormat, suci, berharga dan bermanfaat di masyarakat kelak. Dengan sikapmu yang demikian itu, tanpa kamu minta kamu akan dihargai oleh masyarakat. Mereka akan menghargai pribadimu. Tetapi saya wanti-wanti, jangan minta dihargai di masyarakat dengan jual tampangmu, sombongmu, jual mahalmu. Jangan diharap kamu mendapatkan penghargaan di masyarakat, bahkan sebaliknya hanya cela, cemooh yang kamu dapat.

Ingat anak-anakku ! Nilai ijazah yang hakiki adalah penghargaan masyarakatmu terhadap jasamu. Adapun yang saya berikan tadi yang berupa kertas tidak akan ada artinya sama sekali kalau kamu tidak bisa berjasa di masyarakat. Bahkan dengan sikapmu yang sombong, akhlakmu yang jatuh, ijazah yang diberikan tidak manfaat, tetapi bahkan ternoda oleh kelakuanmu dan kepribadianmu. Oleh sebab itu, pandai-pandailah anakku menjaga diri di masyarakat.

Ingat anak-anakku ! Bila kamu sanggup hidup berjasa di masyarakatmu maka kamu tidak pernah mati di masyarakat. Jasadmu boleh hilang tetapi jasamu akan selalu dikenang.

Anak-anakku yang tercinta,
Kenalilah dirimu, kehancuran hidup seorang manusia karena tidak mampu mengenali dirinya. Kecil mengaku besar, besar tidak tahu akan kebesarannya, akhirnya kedua-duanya tersungkur ke jurang kehinaan. Kalau kalian kecil, akuilah kekecilan dan kekerdilanmu. Belajarlah sungguh-sungguh supaya menjadi orang besar. Sesudah besar kalian harus mengakui, mengenali bahwa kalian orang besar, jangan meletakan dirimu di tempat-tempat hina ! Bila demikian halnya, kamu akan tetap terhormat. Oleh sebab itu anak-anakku, sering-seringlah kalian bertanya pada dirimu sendiri dimana saja dan kapan saja : “Siapa aku ? Who am I ? Man ana ? “ Jawaban yang diberikan oleh Allah SWT : “ Fasyhad bi-anna muslimun” ( Saksikanlah bahwa aku seorang muslim ).
Memiliki identitas sebagai seorang muslim, remaja muslim, itulah identitas dirimu. Bila kamu pegang teguh itu, kamu akan selamat dunia dan selamat akhirat.

Anak-anakku sekalian yang saya cintai,
Mengenali diri itu sangat penting, sebab dengan mengenali diri berarti kamu memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi orang yang berguna. Berkembang ilmumu, berkembang pula akhlakmu. Ketahuilah anak-anakku, masalah utama yang dihadapi manusia kini adalah masalah akhlak, masalah budi pekerti. Kini banyak manusia yang tidak berakhlak mereka pandai, pintar tapi keblinger. Pandai, pintar tapi akhlaknya masih tingkat SD rendah. Banyak yang seperti itu. Oleh sebab itu, anak-anakku sekalian pegang teguh akhlak dan budi pekerti yang telah kamu raih ! Yang telah kamu biasakan di pondok ini, karena itu adalah pesan Rasul sebagaimana sabdanya yang artinya “sesungguhnya aku diutus ke dunia ini adalah hanya untuk menyempurnakan akhlak”. Di tengah-tengah kesuksesan yang kamu raih, ingat bahwa faktor pendukung yang utama adalah keberadaan orang tuamu. Pandang mereka dengan kedua belah matamu, merekalah yang sangat memberikan dukungan moril, materil kepadamu, sehingga kamu berhasil menyandang selendang kebesaran. Semua adalah jerih payah kedua orang tuamu, jangan kalian pandang mereka dengan sebelah mata ! Pandang mereka dengan kedua belah matamu, lihat olehmu wajah-wajah orang tuamu itu ! Terpancar dari roman mereka ketulusan cinta, keikhlasan dan kesayangan yang tak terbatas. Maka pantaskah jika kalian culas ? Pantaskah kalian ingkar dari nasehat orang tuamu ? Pantaskah kalian durhaka ? Jangan mentang-mentang kalian sudah pandai, bisa berpidato dalam bahasa inggris, bisa berpidato dengan bahasa arab, bisa ceramah dengan bahasa Indonesia dengan lancar, tahu ilmu pengetahuan umum, tahu ilmu pengetahuan agama dengan baik. Sekali lagi jangan kalian mentang-mentang pandai, gagah penampilan. Ingat ! Jas yang kamu pakai, dasi yang melilit dilehermu, daster yang kamu kenakan, kerudung indah yang kamu pakai semua itu adalah pemberian bapak dan ibumu. Pantaskah kalian nanti berlaku sombong terhadap kedua orang tuamu ? Pantaskah kalian jika nanti melanggar perintah-perintah kedua orang tuamu ? Adalah tindakan bodoh jika setelah berada di masyarakat kau berada di kedua haribaan kedua orang tua, kamu durhaka kepada mereka. Kiyaimu tidak ikhlas, kiyaimu tidak rela. Ilmumu tidak bermanfaat nak, kalau kamu tidak hormat kepada orang tuamu, ingatlah itu !

Anak-anakku yang saya cintai,
Kami kiyaimu, gurumu dan orang tuamu telah lama merintih, menangis, menengadahkan tangan ke haribaan Allah SWT berdo’a, sebagaimana do’a Nabi Zakaria a.s :
“Wahai Tuhan, anugerahkanlah kepada kami pemimpin generasi baru yang mampu mewarisi perjuangan Ya’kub a.s dan jadikanlah dia mendapatkan ridho-Mu ya Allah”.
Kami semua berdo’a Nak ! Bapakmu, ibumu, setiap malam bersujud simpuh di hadapan Allah SWT, menangis berucap di hadapan Allah SWT : “Tuhanku, anugerahkanlah kami keturunan yang baik, karena Engkau Maha mendengar ya Allah”. Mengapa Nabi Zakaria a.s merintih ? Mengapa kiyaimu dan guru-gurumu menangis ? Mengapa kedua orang tuamu menangis, menengadahkan tangan berdo’a dengan menjerit. Karena Allah SWT sejak dahulu telah memperingatkan dalam surat al-Maryam ayat 59, Allah telah mengingatkan kepada kita semua, bakal datang (kepada) mereka generasi penerus yang selalu meninggalkan shalat, yang selalu mengikuti hawa nafsu, maka mereka akan menemukan kesesatan. Na’udzubillah.
Anak-anakku, kami takut, kalau kalian menjadi anak yang durhaka, tak tahu bersyukur kepada Tuhan. Kamu nanti setelah keluar dari pondok di sini, mudah meninggalkan shalat, mudah meninggalkan jama’ah, kamu mudah terbuai syetan, kamu mudah bergelimang dengan dosa, kamu mudah mengumbar hawa nafsu, hancur hidupmu. Jika demikian, berarti rusak masa depanmu. Sia-sia usaha dan upaya kami orang tua dan gurumu. Hilang cita-cita kami, bila kalian berbuat seperti itu. Mengapa kami selalu merintih, mengapa kami selalu menangis ? Kami selalu berdo’a, karena Allah SWT telah memperingatkan dalam surat an-Nisa’ ayat 9 yang artinya : “Hendaknya kamu takut seandainya mereka meninggalkan di belakang mereka keturunan yang lemah, maka bertakwalah kepada Allah dan berkatalah dengan benar”.

Anak-anakku kelas VI yang saya cintai,
Kami takut kalau-kalau anak-anak kami yang tercinta, yang telah kami bimbing, kami belai selama empat, lima, enam tahun itu, kelak hidupmu itu tak berguna. Karena apa ? Karena kamu lemah imannya, lemah ilmunya, lemah akhlaknya. Apa jadinya bila kalian seperti itu, hancurlah cita-cita kami Nak ! Maka sia-sia usaha dan upaya kami selama ini.
Kami ingin kalian menjadi anak-anak yang sholeh, karena Allah SWT telah menetapkan dalam kitab Zabur bahwa, yang berhak mengelola dunia ini, yang berhak mewarisi dunia ini adalah hanya manusia sholeh.
Allah SWT telah menegaskan itu, dunia ini tidak diberikan kepada manusia yang thoolih, dunia ini akan diberikan hanya kepada manusia sholih. Itu penegasan Allah !
Lalu siapakah anak-anak yang sholeh, siapa generasi yang disebut sholeh itu ? Generasi yang sholeh adalah generasi yang kuat imannya, kuat ilmunya, kuat amal dan baktinya, kuat pula jasanya terhadap masyarakat.
Itu penegasan Allah SWT. Kami ingin kalau anak-anak kami nanti menjadi golongan yang sebaik-baiknya ummat, yang tampil di masyarakat.
Itu keinginan kami, agar kamu menjadi khairu ummah, yaitu manusia-manusia yang secara langsung atau tidak langsung berada di tengah-tengah masyarakat dengan memberi petunjuk, bimbingan untuk merebut kebahagiaan dunia dan kebahagiaan ukhrawi.
Khairu ummah itu adalah mereka yang tetap bersama masyarakat, bersama ummat dalam usaha menjauhi yang mungkar. Khairu ummah itu adalah manusia-manusia yang tampil di masyarakat, yang menjadi Uswatun Hasanah di mana saja berada. Ummat yang seperti inilah yang dirindukan oleh Rasulullah SAW. Setiap saat kami berdo’a, merintih, menangis, bersujud di hadapan Allah SWT, agar kalian memiliki kualitas. Baik fisik, ilmu pengetahuan, akhlak dan kejujuran. Karena dengan faktor itu sajalah, kalian pantas menjadi pemimpin ummat.

Anak-anakku ! Kami berharap, bahwa kalian mampu menjadi pemimpin ummat itu. Kami percaya bahwa kalian memiliki potensi. Maka untuk itulah kami mendidikmu, mengajarimu, membimbingmu, orang tuamu mengeluarkan harta kekayaan, apa saja untukmu ! Punya kambing dijual, punya kerbau dijual, punya sawah dan ladang dijual, hanya untuk melengkapi kebutuhan-kebutuhanmu.
Kepala mereka jadikan kaki, kaki dijadikan kepala. Semua itu dilakukannya semata-mata hanya untukmu ! Harapan apa yang mereka miliki ?, agar kalian sehat jasmani, sehat akal, memiliki kemampuan ilmu yang banyak, akhlak budi pekerti yang luhur, karena Allah SWT telah menegaskan, bahwa pemimpin ummat itu adalah hanya manusia yang sehat jasmaninya, yang memiliki keluasan ilmu pengetahuan.
Ingatlah dalam surat al-Baqarah ayat 247, ketika Bani Israil protes kepada Allah SWT, tatkala Allah SWT menunjukkan Thaluth sebagai pemimpin Bani Israil, “Mengapa ya Allah, Engkau menjadikan pemimpin kami ini dari Thaluth, sedangkan Thaluth ini bukan dari golongan kami. Kenapa Engkau tidak tunjuk pemimpin dari keturunan kami, ya Allah ?”.
Allah SWT menjawab dengan tegas, bahwa Dia menunjuk Thaluth bukan dari keturunanmu, karena ia memiliki kelebihan dari kalian semua. Apa kelebihan itu ? Basthatun fil-jismi wal-ilmi, kualitas fisik yang hebat dan prima, ilmu pengetahuan yang luas. Itulah Nak, syarat menjadi pemimpin. Tidak boleh pemimpin sakitan. Kalau pemimpinnya tukang sakit, rakyatnya pun sakit semua. Pemimpin harus sehat jasmaninya, luas ilmu pengetahuannya. Bahkan dalam ayat yang lain ditegaskan : “Sesungguhnya yang terbaik untuk dijadikan pemimpin, memangku sesuatu pekerjaan itu adalah al-qawiyul amin”.
Itulah yang ditegaskan kepada anaknya, Nabi Syu’aib a.s, kala ia minta Nabi Musa a.s dijadikan pendampingnya.

Anak-anakku ! Allah SWT telah menegaskan bahwa pemimpin itu diangkat tidak berdasarkan keturunan. Maka kami orang tua ini menyadari kenapa kami memasukkan kamu di Pondok Pesantren La Tansa yang jauh ini. Karena kami punya harapan agar kelak kalian bisa menjadi pemimpin walau kami sendiri bukan seorang pemimpin.

Dari inilah, anak-anakku. Kami orang tuamu berupaya agar kalian memiliki wawasan ilmu pengetahuan, kesehatan fisik dan mental yang prima, agar kalian bisa menjadi pemimpin umat. Oleh karena itu kalian jangan sekali-kali menjadi orang yang dzalim pada masyarakatmu, dzalim terhadap Tuhanmu dan agamamu.

Ingat itu Nak ! Satu langkah kamu berangkat dari pintu gerbang pondok di sini, tanggung jawabmu sudah berada di pundakmu. Kamu jangan mendzalimi dirimu, mendzalimi masyarakatmu, mendzalimi kedua orang tuamu dan agamamu. Kalau kamu berbuat semacam itu, hilang hakmu menjadi pemimpin umat. Itu penegasan Allah SWT dan Allah SWT tidak akan melenceng dari apa yang Dia katakan.

Inilah anak-anakku, rintihan dan tangis kami. Berjuanglah sampai tetes darahmu yang terakhir. Kalau kamu meneruskan pelajaranmu selesaikan dengan baik. Ingat anak-anakku motto pondokmu, prinsip hidup yang ditanamkan di pondokmu : “BERANI HIDUP TAK TAKUT MATI, TAKUT MATI JANGAN HIDUP, TAKUT HIDUP MATI SAJA”. Itu prinsip yang harus kamu pegang teguh.
Sekali kamu melangkah menuntut limu, jangan ada istilah coba-coba. Saya paling tidak senang ada santri Pondok Pesantren Daar El-Qolam dan La Tansa yang ngomong coba-coba. “Saya coba-coba mau ujian UMPTN.” Dalam kamus seorang muslim tidak ada kata coba-coba …!
“SEKALI MAIN API SEKALIAN TERBAKAR, SEKALI BERMAIN AIR SEKALIAN BASAH”, ITU HIDUP !.
Jangan ada istilah coba-coba.

Bapak-bapak, ibu-ibu, wali santri yang saya hormati,
Tibalah saatnya, kami akan menyerahkan putra-putri bapak, ke pangkuan dan keharibaan bapak semua. Selama empat, lima dan enam tahun, anak-anak yang dititipkan kepada kami, diamanatkan kepada kami, untuk membimbing, mendidik mereka dengan sebaik-baiknya. Kami telah berusaha, mencoba dengan segala daya dan upaya yang kami mampu. Tapi sudah barang tentu bapak-bapak, masih banyak hal-hal yang kurang dari mereka, belum mantap iman mereka, belum mantap akhlak mereka, belum sempurna ilmu mereka, masih memerlukan bimbingan, apalagi masalahnya mental pak !, keluar dari pondok di sini, syetan sudah banyak lagi pak !, bahkan sekarang ini bukan hanya ada di pasar, bukan hanya ada di bioskop. Bahkan film-film sekarang ini sudah masuk rumah pak kiyai.

Atas segala kekurangan kami Pak, Bu, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, beban amanat itu sangat berat kami tanggung. Oleh sebab itu, jangan kami disalahkan kalau suatu saat anak bapak selama enam tahun kami jewer, bahkan ada yang kami keplak Pak !, ada yang kami pukul, ada yang kami jemur, semua itu rasa tanggung jawab terhadap amanat, bukan karena kebencian. Kami pukul mereka dengan do’a : “Ya Allah, syetan yang menempel di tubuhnya ini agar keluar, mereka yang menjadi anak shaleh”. Kami mukul mereka dengan iringan do’a, dengan penuh kasih sayang, agar mereka benar-benar selalu ingat dengan nasehat guru dan orang tua, nasehat Tuhan, nasehat agama.

Pada akhirnya, kami berterima kasih kepada bapak, ibu dan seluruh wali-wali santri yang masih mempercayai Pondok Pesantren La Tansa, yang masih berkembang seperti ini, kalau tadi oleh ketua yayasan dikatakan : "Enam tahun yang lalu, mengapa kami menangis, karena kami rasakan kenikmatan itu”.
Enam tahun yang lalu kami datang ke pondok ini masih berupa sawah. Belum ada satu bangunan pun, kami datang ke sini dengan modal keinginan agar ada di tengah-tengah pegunungan yang sejuk ini, pondok pesantren yang bermanfaat untuk pembinaan ummat. Kami bangun dengan segala jerih payah. Alhamdulillah, banyak wali-wali santri yang memberikan bantuan positif, bahkan dengan masjid ini, bapak-bapak setiap bulan, terus mengalirkan dananya sepuluh ribu, lima belas ribu disertakan dengan uang setiap bulan, yang tidak terasa terjadilah masjid ini seperti ini, dan alhamdulillah sampai saat sekarang masih bisa kita bangun.

Kemudian anak-anakku yang saya cintai,
Kibarkan terus semangat !, “Berjalan sampai ke batas, berlayar sampai ke pulau, mendakilah sampai ke puncak”.
“Tak ada gunung yang tak dapat didaki, tak ada lembah yang tak dapat di turuni. Bila tekadmu, semangat juangmu, kesabaranmu, jihad fi sabilillahmu terus kamu patri, pasti akan ditunjukkan jalan oleh Allah SWT”.

Oleh sebab itu anak-anakku sekalian yang saya cintai, pancangkan bendera cita-citamu setinggi langit, agar kalian menjadi manusia yang berharga dan shaleh.

Selamat jalan anak-anakku, kemenangan ada di pelupuk matamu. Manakala kamu tetap taat kepada Allah SWT, taat kepada Rasulullah SAW, taat kepada orang tuamu, taat kepada nasehat guru-gurumu. Empat faktor itulah, faktor “X” yang akan membuatmu bahagia, menang dan sukses.

Selamat jalan anak-anakku.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.

Maaf ya teman-teman kalau posting-annya jadi kepanjangan...
Bagi yang penasaran, seperti apa wujud Pondok Pesantren La Tansa saat ini, silahkan klik disini.

Salam sukses selalu !!!

Sunday, May 24, 2009

SYUKUR

"ALHAMDULILLAHI ROBBIL ALAMIN"

Begitulah kalimat yang seringkali kita ucapkan ketika memperoleh suatu kenikmatan dan kebahagiaan. Kata itu mudah sekali diucapkan entah apakah karena memang sudah hapal diluar kepala atau hanya sekedar kebiasaan saja. Namun seberapa sering ketika kita mengucapkannya disertai dengan pemahaman yang mendalam mengenai arti dan makna kalimat tersebut sehingga menambah keimanan?

Mungkin jarang bahkan mungkin tidak pernah. Kita hanya diajarkan bahwa kalau mendapatkan sesuatu yang membahagiakan ucapkanlah "Alhamdulillah" atau lengkapnya "Alhamdulillahi robbil alamin".


"Alhamdulillahi robbil alamin" terdiri atas empat kata. Pertama, "Alhamdu" yang artinya segala puji. Kedua, "Lillahi" yang artinya milik Allah. Ketiga, "Rab" yang artinya Tuhan, pemilik atau pemelihara. Keempat, "Al-alamin" yang artinya alam semesta. Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam".

Coba renungkan baik-baik kalimat tersebut. Betapa luas dan dalam maknanya dalam kehidupan kita. Alam semesta yang begitu luas dengan segala macam kompleksitasnya hanyalah milik Allah. Ia yang menciptakannya dan Ia pulalah yang memelihara dan mengaturnya, "Subhanallah". Kekuatan manusia sungguhlah kecil, jangankan mengatur alam semesta, mengatur diri sendiri saja kita sudah kerepotan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan keluarga saja kita harus kerja keras banting tulang, pergi pagi pulang malam.

Cobalah untuk merenungkan makna kekuasaan Allah di dalam kalimat "Alhamdulillah" setiap kali kita mengucapkannya. Karena kalimat tersebut mengandung makna syukur kita kepada Allah. Apa yang kita peroleh mulai dari tubuh yang sehat, napas kita, detak jantung kita, aliran darah kita, pikiran kita, seluruh tubuh dan jiwa kita, matahari yang menyinari bumi pada siang hari, bulan yang menerangi kita di malam hari dan seluruh alam semesta yang bergerak sesuai dengan aturan Allah merupakan nikmat Allah.

Sebesar apapun yang kita peroleh janganlah menjadikan kita sombong. Sekecil apapun kenikmatan yang kita peroleh janganlah menjadikan kita berkecil hati. Karena hakikatnya semua adalah milik Allah.

Allah sudah berjanji di dalam firmannya :


Artinya :
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih".

Demikian dulu ya...
Mari kita lalui hari-hari kita didunia dengan rasa syukur kepada Allah atas semua nikmatnya.

Salam Sukses !!!
Ubah Pulsa Bulanan Menjadi Income

Mau Komisi Gratis? Klik disini

Friday, May 22, 2009

Mengenal Diri

Mengenal diri adalah perkara yang gampang-gampang susah. Kenapa begitu?

Untuk bisa mengenal sesuatu pertama kali kita harus mengetahui dulu lalu mulai mempelajari baik itu melalui pertemuan secara langsung atau media-media lain. Katakan saja kita ingin mengenal si A, tentunya tidak mungkin bisa dilakukan kalau kita hanya duduk diam saja tanpa melakukan apa-apa. Kita akan mulai dengan mencari tahu siapa si A ini, kita cari tahu dimana rumahnya, sekolahnya dimana, keluarganya bagaimana, karakternya seperti apa dan seterusnya. Setelah berteman cukup lama barulah kita dapat mengenal si A sedikit. Lo kok cuma sedikit? karena dalam pergaulan sosial seringkali orang menggunakan topeng, begitu pula kita. Makanya tidak mengherankan bagi pasangan suami istri yang baru menikah banyak merasakan keanehan dari pasangannya, kok dia begini ya? karena banyak hal yang tadinya ditutup-tutupi mulai terungkap.


Bagitu pula dengan mengenal diri, tidak cukup dengan hanya sekedar ingin atau tahu bahwa kita harus mengenal diri kita karena kalau begitu kalimat "Man arofa nafsahu fa qod arofa Robbahu" hanya akan menjadi jargon belaka.

Mengenal diri dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh dan waktu yang kita luangkan untuk melakukannya. Untuk mengenal orang lain, kita mungkin terpisahkan oleh jarak, namun untuk mengenal diri jarak tidak menjadi hambatan. Kita hakikatnya selalu bersama dengan diri kita. Meskipun begitu kenapa tidak sedikit orang yang merasa asing dengan dirinya sendiri sehingga mulai bertanya-tanya siapa saya? dan mengalami krisis identitas.

Berikut tip-tip yang bisa saya berikan untuk dapat mengenal diri kita:

  • Luangkan waktu untuk diri kita sendiri
Kompleksitas yang kita hadapi pada era modern ini telah banyak sekali menyita waktu kita karena semakin kompleks sebuah permasalahan semakin banyak waktu dan tenaga yang harus kita curahkan. Jangankan waktu untuk diri sendiri, waktu untuk keluarga pun tersita. Namun bukan berarti kita tidak memiliki waktu untuk diri kita sendiri, yang ada adalah kita tidak cukup memiliki keinginan untuk mengenal diri kita. Manfaatkan waktu kesendirian kita untuk merenung dan memikirkan siapa kita, apa yang telah kita lakukan, mengapa kita melakukannya, bagaimana dampaknya terhadap orang lain dan lingkungan. Lakukan saat-saat luang kita seperti setelah sholat, pada saat istirahat makan siang, sore hari atau waktu-waktu luang lainnya. Jadi jangan semua waktu kita dihabiskan untuk berinteraksi dengan dunia luar. Akrablah dengan diri kita sendiri, cobalah berkomunikasi dengan diri kita sendiri sehingga kita tidak menjadi orang asing di tubuh dan jiwa kita sendiri.

  • Tanyakan pada orang lain (keluarga, teman, guru dan orang-orang di sekitar kita)
Selain merenung dan berkomunikasi dengan diri sendiri kita dapat bertanya dengan orang-orang di sekitar kita. Tanyakan mengenai sifat-sifat kita, perilaku kita, pendapat mereka tentang kita dan sebagainya. Karena sangat mungkin orang lain lebih mengenal diri kita dibandingkan diri kita sendiri. Namun sebelum melakukannya, berusahalan untuk berpikiran positif dan bersedia untuk menerima pendapat serta kritikan orang lain sebagai sesuatu yang membangun dan media evaluasi diri.

  • Catat kejadian-kejadian yang kita alami setiap hari
Untuk poin ini bagi yang suka menulis diary. Karena dengan menulis pengalaman sehari-hari kita, kita dapat membacanya dan merenungkannya di kemudian hari. Di dalam diary selain pengalaman turut tertuang emosi, perasaan dan pikiran kita atas apa yang dialami. Makanya tidak mengherankan para Psikolog dan Psikiater menggunakan diary ini sebagai salah satu sarana untuk mengevaluasi atau menilai kepribadian seseorang.

Sekian dulu ya, semoga bermanfaat. Semoga dengan mengenal diri kita kita dapat lebih mengenal siapa pencipta kita dan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan pada Sang Maha Pencipta Allah SWT.

Tulisan ini terinspirasi dari sebuah blog yang saya baca :
http://dianvitarahmi.blogspot.com/2009/04/kenalkan-aku-dengan-diriku.html

Untuk bisa mengenal diri, tidak cukup dengan keinginan namun harus disertai dengan tindakan, start action dari sekarang.